Mentauhidkan Allah dengan Mengesakan Kecintaan Hanya Kepada-Nya
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ
اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ
حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ
الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ.
“Dan di
antara manusia, ada yang mengadakan (sembahan) selain Allah sebagai
tandingan-tandingan (terhadap-Nya), yang mereka mencintai (tandingan-tandingan)
itu sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, cinta mereka
amatlah dalam kepada Allah. Seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
hanyalah milik Allah seluruhnya dan bahwa siksaan Allah amatlah dahsyat,
(niscaya mereka akan menyesal).” [Al-Baqarah: 165]
- Allah Ta’âlâ menyebutkan keadaan orang-orang
yang berbuat syirik terhadap-Nya, di dunia dan tempat kembali mereka di
akhirat, ketika mereka mengadakan tandingan-tandingan dan padanan-padanan bagi
Allah dengan menyamakan tandingan-tandingan tersebut dengan Allah dalam
kecintaan.
- Kemudian Allah menyebutkan keadaan orang-orang
yang beriman muwahhidûn, bahwa mereka mencintai Allah melebihi kecintaan
orang-orang (yang membuat tandingan) kepada tandingan-tandingan tersebut, atau
melebihi kecintaan orang yang membuat tandingan kepada Allah. Karena, kecintaan orang
yang beriman kepada-Nya adalah murni, sedangkan kecintaan orang-orang yang
membuat tandingan adalah bercabang/tercampur.
- Kemudian, Allah mengancam orang-orang
musyrikin itu bahwa, seandainya mereka mengetahui segala sesuatu yang akan
dilihat dan menimpa kepada mereka,berupa perkara yang mengerikan dan adzab yang
dahsyat nanti pada hari kiamat karena kesyirikan yang mereka lakukan, juga
(mengetahui) keesaan Allah dalam kemampuan dan kemenangan terhadap
tandingan-tandingan mereka, pasti mereka akan berhenti dari kesesatan yang
mereka lakukan. Akan tetapi, hal itu tidak tergambar dalam diri mereka juga
mereka tidak mengimani hal itu.
Faedah Ayat:
1.
Bahwa termasuk ke dalam
makna tauhid dan syahadat Lâ Ilâha Illallâh: menunggalkan kecintaan kepada
Allah dengan kecintaan yang mengharuskan adanya perendahan diri dan ketundukan.
2.
Bahwa orang-orang
musyrikin mencintai Allah dengan kecintaan yang besar, tetapi (kecintaan)
tersebut belum dapat memasukkan mereka ke dalam Islam karena mereka
menyekutukan Allah dengan selain-Nya dalam hal itu.
3.
Bahwa kesyirikan adalah
kezhaliman.
4.
Ancaman terhadap
orang-orang musyrikin pada hari kiamat.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Meninggalkan Segala Macam Bentuk Pengkultusan Individu
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ
وَرُهْبَانَهُمْأَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ
وَمَاأُمِرُوا إِلَّالِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا
هُوَسُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ.
“Mereka
menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb-Rabb selain
Allah, juga (mereka menyembah) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka tiada lain
diperintah untuk beribadah hanya kepada sembahan yang satu, yang tiada sembahan
(yang berhak untuk disembah), kecuali Dia. Maha Suci Dia terhadap segala
sesuatu yang mereka persekutukan.” [At-Taubah: 31]
Allah Subhânahu
mengabarkan tentang orang-orang Yahudi dan Nashara bahwa mereka meminta nasihat
kepada tokoh-tokoh mereka, dari kalangan ulama dan ahli ibadah, maka mereka pun
menaati (ulama dan ahli ibadah) itu dalam penghalalan segala sesuatu yang telah
Allah haramkan dan pengharaman segala sesuatu yang telah Dia halalkan. Dengan
demikian, mereka telah mendudukkan ulama dan ahli ibadah sebagai Rabb yang
memiliki kekhususan dalam penghalalan dan pengharaman sebagaimana orang-orang
Nashara menyembah Isa dengan menyatakan bahwa Isa adalah anak Allah. Mereka telah
mencampakkan kitab Allah, yang telah memerintahkan mereka untuk taat hanya
kepada-Nya dan beribadah hanya kepada-Nya semata -kabar dari Allah ini
mengandung pengingkaran terhadap perbuatan mereka-. Oleh karena itu, Allah
menyucikan diri-Nya terhadap kesyirikan yang terkandung dalam perbuatan mereka
itu.
Faedah Ayat:
1.
Bahwa termasuk makna
tauhid dan syahadat Lâ Ilâha Illallâh: menaati Allah dalam penghalalan dan
pengharaman.
2.
Bahwa barang siapa yang
menaati makhluk dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal
berarti ia telah menjadikan makhluk tersebut sebagai sekutu bagi Allah.
3.
Bantahan terhadap orang
Nashara akan keyakinan mereka tentang Isa ‘alaihis salâm, dan keterangan bahwa
beliau adalah hamba Allah.
4.
Menyucikan Allah dari
kesyirikan.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Berlepas Diri Dari Seluruh Peribadahan Kepada Selain Allah
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِيبَرَاءٌ
مِمَّا تَعْبُدُونَ. إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُسَيَهْدِينِ.
“Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya, ‘Sesungguhnya aku
berlepas diri dari segala sesuatu yang kalian sembah, kecuali Dia Yang telah
menciptakanku karena sesungguhnya hanya Dia yang memberi hidayah (kepadaku).’.”
[Az-Zukhruf: 26-27]
Allah mengabarkan tentang hamba-Nya, rasul-Nya,
dan khalîl-Nya (yaitu Ibrahim ‘alaihis salâm) bahwa beliau berlepas diri dari
segala sesuatu yang disembah oleh bapaknya dan kaumnya, serta beliau tidak
memperkecualikan (apa-apa), kecuali Yang telah menciptakan dirinya, yaitu Allah
Ta’âlâ. Maka, Ibrahim menyembah hanya kepada-Nya semata yang tiada sekutu
bagi-Nya.
Faedah Ayat:
1.
Bahwa makna Lâ Ilâha
Illallâh adalah menauhidkan Allah dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya
kepada-Nya dan barâ` ‘berlepas diri’ dari peribadahan kepada segala sesuatu
selain Allah.
2.
Menampakkan sikap
barâ`ah (berlepas diri) terhadap agama orang-orang musyrikin.
3.
Pensyariatan untuk
berlepas diri dari musuh-musuh Allah, meskipun mereka adalah orang-orang
terdekat kita.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Beribadah Hanya Kepada yang Maha Mencipta Bukan yang Dicipta
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ
الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ
إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
“Orang-orang
yang diseru oleh kaum musyrikin itu juga berusaha untuk mencari jalan kepada
Rabb mereka agar lebih dekat (kepada-Nya), serta mereka mengharapkan rahmat-
Nya dan takut terhadap adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu
yang (harus) ditakuti.” [Al-Isrâ`: 57]
Allah Subhânahu mengabarkan bahwa mereka yang
disembah selain Allah oleh orang-orang musyrikin, dari kalangan malaikat, para
nabi, dan orang-orang shalih, (mereka sendiri) bersegera mencari pendekatan
diri kepada Allah karena mengharap rahmat dan takut terhadap adzab Allah.
Kalau keadaan mereka seperti itu, berarti mereka
termasuk ke dalam kategori hamba-hamba Allah maka bagaimana bisa mereka
disembah bersama Allah Ta’âlâ? Sementara mereka sibuk dengan diri mereka
sendiri, berdoa dan berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
beribadah kepada-Nya.
Faedah Ayat:
1.
Bantahan terhadap
orang-orang yang berdoa kepada para wali dan orang shalih untuk menghilangkan
bahaya dan memperoleh manfaat. Karena, mereka yang diseru itu tidak kuasa
menolak bahaya dan mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri, maka bagaimana
bisa ia melakukan hal itu untuk orang lain.
2.
Penjelasan tentang
besarnya rasa takut para Nabi dan orang-orang shalih kepada Allah dan
penjelasan tentang harapan mereka kepada rahmat Allah.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Dakwah yang Pertama dan Utama Adalah Dakwah Tauhid
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam berkata
kepada Muadz bin Jabal radhiyallâhu ‘anhu ketika beliau mengutusnya untuk
berdakwah di negeri Yaman:
إِنَّكَ تَأْتِيْ قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ
مَا تَدْعُوْهُم إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُوَفِيْ
رِوَايَةِ: (إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذَلِكَ
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِيْ كُلِّ
يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوكَ لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ
افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى
فُقَرَائِهِمْ. فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوْكَ لِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ
أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا
وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌ) أَخْرَجَاهُ.
“Sungguh,
engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab maka hendaklah dakwah yang kamu
sampaikan pertama kali kepada mereka ialah syahadat Lâ Ilâha Illallâh -dalam
riwayat lain disebutkan, ‘(Ialah) supaya mereka menauhidkan Allah.’- Jika
mereka mematuhimu dalam hal itu, sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah
mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam kepada mereka. Jika mereka telah
mematuhimu dalam hal itu, sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan
zakat kepada mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk
diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka telah mematuhi
dalam hal itu, jauhkanlah dirimu dari harta terbaik mereka, dan jagalah dirimu
terhadap doa orang yang terzhalimi karena sesungguhnya tiada suatu tabir
penghalang pun antara doanya dengan Allah.’.” [Dikeluarkan oleh keduanya
(Al-Bukhâry dan Muslim)].
Ketika mengutus Mu’âdz bin Jabal radhiyallâhu
‘anhu ke wilayah Yaman sebagai da’i yang mengajak kepada Allah dan sebagai
pengajar, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menggariskan langkah-langkah yang
harus Mu’âdz tempuh dalam dakwahnya. Beliau menjelaskan bahwa Mu’âdz akan
menghadapi orang-orang yang berilmu dan pandai berdebat dari kalangan Yahudi
dan Nashara, dengan maksud agar Mu’âdz berada dalam keadaan siap berdebat dan
membantah syubhat-syubhat mereka, kemudian memulai dakwah dengan perkara
terpenting lalu yang penting maka hendaknya yang pertama kali adalah menyeru
manusia untuk memperbaiki aqidahnya karena aqidah merupakan pondasi. Kalau
telah tunduk menerima hal tersebut, mereka diperintahkan untuk menegakkan
shalat karena shalat merupakan kewajiban terbesar setelah bertauhid. Kalau
mereka sudah menegakkan (shalat), orang-orang kaya (di antara mereka)
diperintahkan untuk menyerahkan zakat hartanya kepada orang-orang faqir sebagai
rasa kebersamaan dengan (orang-orang faqir) tersebut dan sebagai rasa syukur
kepada Allah.
Kemudian beliau memperingatkan (Mu’âdz) tentang
mengambil harta terbaik dalam zakat karena yang wajib adalah harta pertengahan.
Setelah itu, Mu’âdz dianjurkan untuk berbuat adil dan meninggalkan kezhaliman
supaya (Mu’âdz) tidak terkena doa orang yang terzhalimi karena doa tersebut
akan Allah kabulkan.
Faedah Hadits:
1.
Disyariatkannya
pengiriman para da’i untuk mengajak manusia kepada Allah.
2.
Bahwa syahadat Lâ Ilâha
Illallâh adalah kewajiban pertama dan yang diserukan pertama kali kepada
manusia.
3.
Bahwa makna syahadat Lâ
Ilâha Illallâh adalah menauhidkan Allah dalam ibadah dan meninggalkan
peribadahan kepada selain-Nya.
4.
Seorang yang kafir
tidaklah dihukumi sebagai seorang muslim, kecuali setelah ia mengucapkan
syahâdatain.
5.
Bahwa seseorang kadang
membaca dan mengilmui, tetapi tidak mengetahui makna Lâ Ilâha Illallâh. Atau, mengetahui
makna (Lâ Ilâha Illallâh), tetapi tidak mengamalkan (kalimat) tersebut, seperti
keadaan Ahli Kitab.
6.
Bahwa orang yang diajak
bicara dalam keadaan mengetahui tidaklah seperti orang jahil, sebagaimana
dikatakan, “Sungguh, kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab.”
7.
Peringatan terhadap
manusia, khususnya para da’i, agar mereka betul-betul berada di atas bashirah
tentang agamanya supaya terbebas dari syubhat para pembuat syubhat, yaitu
dengan cara menuntut ilmu.
8.
Shalat adalah kewajiban
terbesar setelah syahâdatain.
9.
Bahwa zakat adalah rukun
yang paling wajib setelah shalat.
10.
Penjelasan tentang salah
satu golongan penerima zakat, yaitu orang-orang faqir, dan pembolehan memberi
zakat hanya kepada mereka.
11.
Bahwasanya tidak boleh
mengambil zakat berupa harta terbaik, kecuali dengan keridhaan pemilik (harta)
tersebut.
12.
Peringatan terhadap
perbuatan zhalim, dan bahwa doa orang yang terzhalimi adalah mustajab, meskipun
ia adalah pelaku maksiat.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Jalan Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wa Sallam Adalah Dakwah Kepada
Tauhid
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا
وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ.
“Katakanlah,
‘Inilah jalan (agama)ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kalian
(hanya) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku
tidaklah termasuk sebagai orang-orang musyrik.’.” [Yûsuf: 108]
Allah memerintahkan Rasul-Nya agar (Rasul-Nya)
mengabarkan manusia tentang jalan dan Sunnah-Nya, yaitu berdakwah mengajak
kepada syahadat Lâ Ilâha Illallâh dengan dasar ilmu dan keyakinan serta
keterangan yang jelas, dan (bahwa) semua orang yang mengikuti beliau juga
berdakwah di atas dasar ilmu dan keyakinan akan hal yang didakwahkan.
Di samping itu, beliau beserta orang-orang yang
mengikutinya menjauhkan dan menyucikan Allah terhadap kepemilikan sekutu dalam
kekuasaan dan peribadahan serta berlepas diri dari para pelaku kesyirikan,
meskipun mereka adalah orang yang paling dekat dengan dirinya.
Faedah Ayat:
1.
Bahwa dakwah kepada
syahadat Lâ Ilâha Illallâh merupakan jalan Rasulullah dan orang-orang yang
mengikuti beliau.
2.
Bahwa orang yang
berdakwah wajib mengilmui segala sesuatu yang dia dakwahkan dan mengilmui
segala sesuatu yang ia larang dari (dakwah)nya.
3.
Peringatan agar ikhlas
dalam berdakwah, jangan sampai seorang yang berdakwah memiliki tujuan selain
wajah Allah. Dengan dakwahnya, dia jangan bermaksud mendapatkan harta,
kepemimpinan atau pujian dari manusia, atau menyeru kepada kelompok atau kepada
madzhab tertentu.
4.
Bahwa bashirah (ilmu dan
keyakinan) merupakan hal wajib karena mengikuti Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wa sallam adalah wajib, sedangkan seseorang tidak mungkin bisa mengikuti
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, kecuali dengan bashirah, yaitu ilmu
dan keyakinan.
5.
Menunjukkan kebagusan
tauhid karena tauhid menyucikan Allah Ta’âlâ.
6.
Menunjukan jeleknya kesyirikan
karena kesyirikan adalah pencelaan terhadap Allah Ta’âlâ.
7.
Kewajiban seorang muslim
untuk menjauhkan diri dari orang-orang musyrikin sehingga (muslim) tersebut
tidak menjadi bagian dari (orang-orang musyrikin) dalam satu perkara pun, dan
tidaklah cukup dengan tidak berbuat syirik.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Surga Untuk Muwahhid dan Neraka Untuk Musyrik
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ لَقِيَ اللهَ وَهُوَ لَا يُشْرِكُ به شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
“Barangsiapa
yang menemui Allah (meninggal) dalam keadaan tidak berbuat syirik terhadap-Nya
sedikit pun, pasti masuk surga, (tetapi) barangsiapa yang menemui-Nya
(meninggal) dalam keadaan berbuat syirik terhadap-Nya sedikit sekalipun, dia
pasti masuk neraka.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan bahwa barang siapa yang meninggal di atas tauhid, perihal masuknya
ia ke dalam surga adalah sudah pasti, meskipun ia adalah seorang pelaku dosa
besar dan meninggal dalam keadaan terus menerus berbuat dosa maka ia berada di
bawah kehendak Allah. Kalau menghendaki, Allah akan memaafkan dan langsung
memasukkan dia ke surga. Akan tetapi, kalau menghendaki (lain), Allah akan
mengadzab dia di neraka, kemudian dia dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam
surga.
Adapun orang yang meninggal di atas kesyirikan
besar, ia tidak akan masuk surga, tidak akan mendapat rahmat dari Allah, dan
dikekalkan di neraka. Kalau meninggal di atas syirik kecil, ia dimasukkan ke
dalam neraka (kalau tidak memiliki amal kebaikan yang mengalahkan
kesyirikannya), tetapi ia tidak akan kekal di dalam (neraka) tersebut.
Faedah Hadits:
1.
Kewajiban takut terhadap
kesyirikan karena, agar selamat dari neraka, dipersyaratkan untuk selamat dari
kesyirikan.
2.
Bahwasanya
yang dianggap (yang menjadi ukuran) itu bukanlah banyaknya amalan, tetapi yang
dianggap (sebagai ukuran) adalah selamatnya amalan dari kesyirikan.
3.
Penjelasan tentang makna
Lâ Ilâha Illallâh, yaitu meninggalkan kesyirikan dan mengesakan Allah dalam
ibadah.
4.
Dekatnya surga dan
neraka dari seorang hamba, bahwasanya tiada yang memisahkan seorang hamba
dengan surga atau neraka, kecuali kematian.
5.
Keutamaan orang yang
selamat dari kesyirikan.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Ancaman Bagi Pelaku Kesyirikan
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ
“Barangsiapa
yang meninggal dalam keadaan berdoa (menyembah) selain Allah sebagai tandingan
(bagi Allah), ia akan masuk ke dalam neraka.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry)
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan bahwa, barangsiapa yang mengadakan tandingan yang disamakan dan
diserupakan dengan Allah dalam peribadahan, yang ia berdoa, meminta, dan
memohon keselamatan kepada (tandingan) itu, baik tandingan tersebut berupa nabi
maupun selainnya, dan ia terus menerus berada dalam keadaan seperti itu sampai
meninggal dan tidak bertaubat sebelum meninggal, tempat kembali dia adalah
neraka karena ia telah musyrik.
Membuat tandingan (bagi Allah) ada dua macam:
o Pertama: mengadakan sekutu bagi Allah dalam jenis-jenis ibadah atau pada
sebagian (jenis) maka ini adalah syirik besar yang pelakunya kekal di neraka.
o Kedua: hal-hal yang termasuk ke dalam syirik kecil, seperti ucapan
seseorang, “Apa-apa yang Allah dan engkau kehendaki,” “Kalau bukan karena Allah
dan kamu,” serta ucapan lain yang semisal yang mengandung kata sambung dan pada
lafazh Jalâlah (Allah). Juga seperti riya yang ringan, ini tidak menjadikan
pelakunya kekal di neraka meskipun masuk ke dalamnya.
Faedah Hadits:
1.
Memberi pertakutan
terhadap perbuatan syirik, dan anjuran untuk bertaubat dari kesyirikan sebelum
seseorang meninggal.
2.
Bahwa setiap orang yang
bersamaan dengan doanya kepada Allah, berdoa pula kepada seorang nabi atau
wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, atau kepada batu atau
pohon, berarti ia telah mengadakan tandingan bagi Allah.
3.
Bahwa dosa syirik tidak
akan diampuni, kecuali bila (pelakunya) bertaubat.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Bahaya Riya (Syirik Kecil)
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ, فَسُئِلَ
عَنْهُ فَقَالَ: الرِّيَاءُ.
“Sesuatu
yang paling aku khawatirkan terhadap kalian adalah syirik kecil.” Ketika
ditanya tentang (syirik kecil) itu, beliau menjawab, “Riya.” (HR. Ahmad,
Ath-Thabrany dan Al-Baihaqy)
Karena kesempurnaan belas kasih dan sayang
beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya serta kesempurnaan tulusnya
kebaikan kepada mereka, tidaklah ada suatu kebaikan, kecuali pastilah beliau
telah tunjukkan hal itu kepada umatnya, dan tidaklah ada suatu kejelekan,
kecuali pastilah beliau telah peringatkan umat darinya.
Di antara kejelekan yang Rasulullah peringatkan
adalah penampilan yang menampakkan ibadah kepada Allah dengan maksud untuk
mendapatkan pujian dari manusia karena hal itu termasuk ke dalam syirik dalam
ibadah -yang meskipun syirik kecil, bahayanya sangat besar- sebab hal itu bisa
membatalkan amalan yang disertainya juga tatkala jiwa memiliki tabiat senang
akan kepemimpinan dan mendapatkan kedudukan di hati-hati manusia, kecuali
orang-orang yang Allah selamatkan.
Oleh karena itu, jadilah riya sebagai perkara
yang sangat dikhawatirkan terjadi pada orang-orang shalih -karena kuatnya dorongan
ke arah hal tersebut-. Berbeda dengan dorongan untuk berbuat syirik besar, yang
boleh jadi (dorongan tersebut) tidak ada di dalam hati orang-orang mukmin yang
sempurna, atau (dorongan tersebut) lemah kalaupun ada.
Faedah Hadits
1. Kekuatan rasa takut untuk terjatuh ke dalam
syirik kecil. Hal itu ditinjau dari dua sisi:
o Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam
mengkhawatirkan terjadinya syirik tersebut dengan kekhawatiran yang sangat.
o Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam
mengkhawatirkan hal tersebut terhadap orang-orang shalih yang sempurna maka
orang-orang yang (derajatnya) berada di bawah mereka tentu lebih dikhawatirkan
untuk terjatuh ke dalam kesyirikan tersebut.
2. Besarnya kasih sayang beliau shallallâhu
‘alaihi wa sallam kepada umatnya serta semangat beliau untuk memberi petunjuk
dan nasihat kepada umatnya.
3. Bahwa kesyirikan terbagi menjadi syirik besar
dan syirik kecil, -syirik besar berarti menyamakan sesuatu selain Allah dengan
Allah dalam perkara-perkara yang menjadi kekhususan Allah, sedang syirik kecil
adalah hal yang disebut dalam nash sebagai kesyirikan, tetapi tidak sampai pada
derajat syirik besar-.
Perbedaan antara keduanya adalah:
o Syirik besar membatalkan seluruh amalan,
sedangkan syirik kecil hanya membatalkan amalan yang sedang dikerjakan.
o Syirik besar menjadikan pelakunya kekal di
neraka, sedangkan syirik kecil tidak menjadikan pelakunya kekal di neraka.
o Syirik besar menjadikan pelakunya keluar dari
Islam, sedangkan syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari Islam.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Ketakutan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salâm Terhadap Kesyirikan
Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salâm berkata:
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“…Dan
jauhkanlah aku dan anak cucuku dari (perbuatan) menyembah berhala-berhala.”
[Ibrâhîm: 35]
Nabi Ibrahim Al-Khalîl ‘alaihish shalâtu was
salâm berdoa kepada Rabb-nya ‘Azza wa Jalla agar menjadikan dirinya dan anak
cucunya berada pada sisi yang jauh dari peribadahan kepada patung-patung, dan
agar Allah menjauhkan dirinya dari peribadahan tersebut, karena fitnah dari
(peribadahan) itu sangat besar, dan tiada yang aman dari terjerumus kepada
(peribadahan) tersebut.
Faedah Ayat:
1.
Sikap takut terhadap
kesyirikan karena Ibrahim alaihi salam -yang beliau adalah pemimpin bagi
orang-orang yang condong kepada tauhid dan jauh dari syirik, yang telah
menghancurkan patung-patung dengan tangannya- khawatir bila dirinya terjatuh
dalam kesyirikan maka bagaimana dengan selain Ibrahim ‘alaihis salâm?
2.
Disyariatkan berdoa
untuk menolak malapetaka, dan bahwasanya manusia pasti perlu kepada Allah.
3.
Disyariatkan berdoa
untuk kebaikan diri dan anak keturunannya.
4.
Bantahan terhadap
orang-orang jahil yang mengatakan, “Kesyirikan tidak akan terjadi pada umat
ini,” sehingga mereka merasa aman dari hal maka mereka pun terjerumus ke dalam
hal tersebut.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Kesyirikan Dosa Tak Terampuni
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, (tetapi) Dia mengampuni (dosa) selain
(syirik) itu bagi siapa saja yang Dia kehendaki.” [An-Nisâ`: 48, 116]
Bahwa Allah Subhânahu mengabarkan dengan kabar
yang pasti bahwa diri-Nya tidak akan memaafkan seorang hamba yang berjumpa
dengan-Nya dalam keadaan berbuat syirik, dengan tujuan untuk memperingatkan
kita agar waspada terhadap kesyirikan, dan bahwa Allah akan memaafkan dosa-dosa
selain dosa syirik bagi siapa saja yang Dia kehendaki untuk dimaafkan sebagai
karunia dan kebaikan dari-Nya, agar kita tidak berputus asa dari rahmat Allah.
Faedah Ayat:
1.
Bahwa syirik merupakan
dosa terbesar karena Allah telah mengabarkan bahwa diri-Nya tidak akan
mengampuni orang yang tidak bertaubat dari perbuatan syirik.
2.
Bahwa dosa-dosa selain
dosa syirik, apabila seseorang tidak bertaubat darinya, masuk di bawah kehendak
Allah. Kalau menghendaki, Allah akan mengampuninya tanpa bertaubat, dan kalau
menghendaki, Dia akan mengadzab karenanya. Maka, dalam hal ini, terdapat dalil
tentang bahaya dosa syirik.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Sifat-Sifat Mereka yang Merealisasikan Tauhid
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ
يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang imam yang menjadi teladan, senantiasa patuh kepada Allah
dan menghadapkan diri (hanya kepada kepada-Nya), serta sama sekali ia tidak
termasuk sebagai orang-orang musyrik.” [An-Nahl: 120]
Makna Ayat Pertama secara Global
Bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menyifati
Ibrahim, khalil-Nya ‘alaihis salâm, dengan empat sifat:
o Sifat pertama, bahwa Ibrahim adalah teladan dalam kebaikan untuk menyempurnakan
derajat kesabaran dan keyakinannya yang dengan keduanya, akan teraih
kepemimpinan dalam agama.
o Sifat kedua, bahwa Ibrahim adalah seorang yang khusyu’, taat, dan terus
menerus beribadah kepada Allah Ta’âlâ.
o Sifat ketiga, bahwa Ibrahim berpaling dari kesyirikan dan menghadapkan diri
hanya kepada Allah Ta’âlâ.
o Sifat keempat, jauhnya Ibrahim dari kesyirikan dan berlepas dirinya ia dari
orang-orang musyrikin
Faedah Ayat:
1.
Keutamaan bapak kita,
Ibrahim ‘alaihis shalâtu wa salâm.
2.
Meneladani Nabi Ibrahim
pada sifat-sifat agung tersebut.
3.
Penjelasan tentang
sifat-sifat yang dengannyalah realisasi tauhid dapat terpenuhi.
4.
Kewajiban menjauhi
kesyirikan dan orang-orang musyrikin serta berlepas diri dari orang-orang
musyrikin tersebut.
5.
Seseorang disifati
sebagai orang beriman karena merealisasikan tauhid.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Ampunan yang Maha Besar bagi Mereka yang Bertauhid dan Tidak Berlaku
Syirik
وَلِلتِّرْمِذِيِّ – وَحَسَّنَهُ: عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: (قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا
ابْنَ آدَمَ، لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ
لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئاً لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً(
Dalam
riwayat At-Tirmidzy -beliau menghasankannya- (disebutkan): Dari Anas
radhiyallâhu ‘anhu (beliau berkata), “Saya mendengar Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah Ta’âlâ berfirman, ‘Wahai anak Adam,
seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, (tetapi) kemudian
engkau meninggal (dalam keadaan) tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Ku,
niscaya Aku memberikan ampunan sepenuh bumi pula kepadamu.’.’.”
Makna Hadits Secara Global
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengabarkan
dari Allah ‘Azza wa Jalla bahwa (Allah) berbicara kepada hamba-hamba-Nya dan
menjelaskan kepada mereka tentang keluasan karunia dan rahmat-Nya, dan
bahwasanya Allah akan mengampuni dosa-dosa sebanyak apapun selama bukan dosa
syirik. Hadits ini memiliki makna seperti firman Allah Ta’âlâ,
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya
Allah tidaklah mengampuni dosa kesyirikan, tetapi Dia mengampuni dosa-dosa
selain (kesyirikan) itu bagi siapa saja yang Dia kehendaki.” [An-Nisâ`: 48,
116]
Faedah Hadits:
1.
Keutamaan dan banyaknya
pahala tauhid.
2.
Keluasan karunia Allah,
kebaikan, rahmat, dan pemaafan-Nya.
3.
Bantahan terhadap
Khawarij yang mengafirkan pelaku dosa besar selain kesyirikan.
4.
Penetapan sifat Kalam
(Berbicara) bagi Allah ‘Azza wa Jalla atas apa-apa yang pantas dengan
kemuliaan-Nya.
5.
Penjelasan tentang makna
Lâ Ilâha Illallâh, dan bahwasanya maknanya adalah meninggalkan kesyirikan, baik
(kesyirikan) itu sedikit maupun banyak, dan tidaklah cukup dengan sekadar mengucapkan (kalimat) tersebut
secara lisan.
6.
Penetapan (akan adanya
hari) berbangkit, hisab (perhitungan), dan pembalasan amalan.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Keutamaan Lâ Ilâha Illallâ: Diharamkan dari Neraka
Rasullullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ يَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ
“Sesungguhnya
Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Lâ Ilâha Illallâ,
mengharapkan dengannya wajah Allah.” (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Makna Hadits Secara Global
Bahwa Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan dengan kabar yang tegas bahwa orang yang mengucapkan kalimat Lâ
Ilâha Illallâh dengan tujuan seperti yang ditunjukkan oleh kalimat tersebut,
berupa ikhlas dan tidak berbuat syirik serta mengamalkan hal itu secara lahir
dan batin, kemudian meninggal dalam keadaan seperti itu, ia tidak akan disentuh
oleh api neraka pada hari kiamat.
Faedah Hadits:
1.
Keutamaan tauhid, dan bahwa tauhid
membebaskan pemiliknya dari neraka dan menghapuskan dosa-dosanya.
2.
Bahwasanya ucapan tanpa
keyakinan hati tidaklah cukup bagi keimanan, seperti keadaan orang-orang
munafik.
3.
Bahwasanya keyakinan
(hati) tanpa ucapan tidaklah cukup bagi keimanan, seperti keadaan para
penentang.
4.
Diharamkannya neraka
terhadap orang-orang yang memiliki tauhid yang sempurna.
5.
Bahwa amalan tidak
bermanfaat, kecuali dengan ikhlas
mengharap wajah Allah dan benar sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
6.
Orang yang mengucapkan
Lâ Ilâha Illallâh, tetapi juga berdoa kepada selain Allah, ucapannya tidaklah
bermanfaat, seperti keadaan para penyembah kubur pada hari ini bahwa mereka
mengucapkan Lâ Ilâha Illallâh, tetapi mereka (juga justru) berdoa kepada orang
yang sudah meninggal serta mendekatkan diri kepada orang tersebut.
7.
Penetapan sifat wajah
bagi Allah Ta’âlâ sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Allah Menjanjikan Surga bagi Mereka yang Bertauhid
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُ اللهِ
وَرَسُوْلُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ،
وَالْجَنَّةَ حَقٌّ وَالنَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا
كَانَ مِنَ الْعَمَلِ) أَخْرَجَاهُ
Dari
‘Ubâdah bin Ash-Shâmit radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada
sesembahan yang benar, kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa
Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya, juga (bersaksi) bahwa Isa adalah
hamba Allah dan rasul-Nya,kalimat-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam, dan ruh
dari-Nya, serta bahwa surga adalah benar (adanya) juga neraka adalah benar
(adanya), Allah pasti memasukkan dia ke dalam surga betapapun amal yang telah
dia perbuat.” [Dikeluarkan oleh keduanya (Al-Bukhâry dan Muslim)]
Makna Hadits Secara Global
Sesungguhnya Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan kepada kita, dalam rangka menerangkan keutamaan dan kemuliaan
tauhid, bahwa orang yang mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) dalam
keadaan mengerti maknanya dan mengamalkan konsekuensinya secara lahir dan
batin, menjauhi sikap berlebih-lebihan dan meremehkan hak dua nabi yang mulia,
yaitu Isa dan Muhammad ‘alaihimas shalâtu was salâm, -mengakui kerasulan dan
kehambaan keduanya kepada Allah dan meyakini bahwa keduanya tidak memiliki
sedikitpun kekhususan dalam sifat rubûbiyyah- serta meyakini keberadaan surga dan
neraka, tempat kembali dia adalah surga, meskipun darinya muncul
perbuatan-perbuatan maksiat selain kesyirikan.
Faedah Hadits:
1.
Keutamaan tauhid, dan
bahwa sesungguhnya Allah menghapuskan dosa-dosa (hambanya) dengan (sebab)
tauhidnya.
2.
Luasnya keutamaan dan
kebaikan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ.
3.
Kewajiban menjauhi sikap
berlebih-lebihan dan meremehkan hak para nabi dan orang-orang shalih maka kita
tidak boleh mengingkari keutamaan mereka tidak pula berlebih-lebihan terhadap
mereka sampai memalingkan suatu ibadah kepada mereka, seperti perbuatan
sebagian orang-orang bodoh dan sesat.
4.
Bahwa aqidah tauhid
menyelisihi semua agama kekafiran, baik Yahudi, Nasrani, penyembah berhala,
maupun Dahriyyah.
5.
Pelaku maksiat dari
kalangan orang yang bertauhid tidak kekal di dalam neraka
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Hidayah dan Keamanan bagi Mereka yang Memurnikan Tauhidnya
Allah Ta’âlâ berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ
أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampurkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan merekalah orang-orang
yang mendapat petunjuk.” [Al-An’âm: 82]
Makna Ayat Secara Global
Allah Subhânahu mengabarkan bahwa orang-orang
yang ikhlas dalam beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak menodai
tauhidnya dengan kesyirikan, merekalah orang-orang yang mendapatkan keamanan dari rasa
takut dan hal-hal yang tidak menyenangkan pada hari kiamat. Mereka adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk untuk berjalan di atas jalan yang lurus di dunia.
Faedah Ayat:
1.
Keutamaan tauhid dan
buah (tauhid) yang dapat dipetik di dunia dan di akhirat.
2.
Bahwa syirik adalah
kezhaliman yang membatalkan keimanan kepada Allah jika berupa syirik besar, dan
mengurangi keimanan jika berupa syirik kecil.
3.
Bahwa syirik adalah
dosa yang tidak diampuni.
4.
Kesyirikan
mengakibatkan ketakutan di dunia dan di akhirat.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Hak Allah Atas Hamba-Hambanya Adalah Mereka Mentauhidkan-Nya
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
وَعَن مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كُنْتُ
رَدِيْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ فَقَالَ لِيْ:
(يَا مُعَاذُ أَتَدْرِيْ مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ، وَمَا حَقُّ
الْعِبَادِ عَلَى اللهِ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: (حَقُّ
اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً، وَحَقُّ
الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً)
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟) قَالَ: (لَا
تُبَشِّرْهُم فَيَتَّكِلُوا) أَخْرَجَاهُ فِي الصَّحِيْحَيْنِ
Dari
Mu’âdz bin Jabal radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata, “Saya pernah dibonceng
oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam di atas seekor keledai, lalu beliau
bersabda kepadaku, ‘Wahai Mu’âdz, tahukah engkau apa hak Allah terhadap para
hamba dan apa hak para hamba atas Allah?’
Saya menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui.’
Beliau pun menjawab, ‘Hak Allah terhadap para
hamba ialah mereka beribadah kepada-Nya semata dan tidak berbuat syirik sedikit
pun kepada-Nya, sedang hak para hamba atas Allah adalah bahwa Allah tidak akan
mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya.’
Saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tidakkah saya
(perlu) menyampaikan kabar gembira (ini) kepada manusia?’
Beliau menjawab, ‘Janganlah engkau menyampaikan
kabar gembira ini kepada mereka (karena) mereka nanti akan bersikap
menyandarkan diri.’.”
[Dikeluarkan oleh keduanya (Al-Bukhâry dan
Muslim) dalam Ash-Shahîhain.]
Makna Hadits Secara Global
Bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam ingin
menjelaskan kewajiban dan keutamaan bertauhid bagi para hamba. Maka, beliau
menyampaikan hal itu dengan bentuk pertanyaan supaya hal itu lebih kukuh
menancap dalam jiwa dan lebih optimal untuk sampai pada pemahaman orang yang
diajari.
Ketika Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
keutamaan tauhid, Mu’âdz meminta izin untuk mengabarkan hal tersebut kepada
manusia agar mereka bergembira karena (kabar) tersebut, tetapi Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam melarang hal tersebut karena takut bila orang-orang akan
bersandar kepada hal itu sehingga meremehkan amal shalih.
Faedah Hadits:
1.
Sifat rendah hati Nabi
shallallâhu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau mengendarai keledai dan membonceng
seseorang di atas (keledai) tersebut. Hal ini berbeda dengan keadaan
orang-orang yang menyombongkan diri.
2.
Bolehnya berboncengan
di atas kendaraan jika kendaraannya kuat.
3.
Pengajaran dengan
metode tanya jawab.
4.
Seseorang yang ditanya,
tetapi ia tidak tahu, hendaknya mengatakan, “Allah yang lebih tahu.”
5.
Mengenal hak Allah yang
diwajibkan kepada para hamba, yaitu agar mereka menyembah hanya kepada-Nya
semata, tiada serikat bagi-Nya.
6.
Bahwasanya barangsiapa
yang tidak menjauhi kesyirikan berarti pada hakikatnya dia belum menyembah
Allah, meskipun kelihatannya dia menyembah Allah.
7.
Keutamaan tauhid dan
keutamaan orang yang berpegang teguh dengan (tauhid).
8.
Tafsir tauhid, yaitu
beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan kesyirikan terhadap-Nya.
9.
Disukainya memberi
kabar gembira kepada setiap muslim dengan hal-hal yang menggembirakannya.
10.
Bolehnya menyembunyikan
ilmu untuk kebaikan.
11.
Sikap beradab seorang
murid kepada gurunya.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Perintah Bertauhid dan Larangan Berbuat Kesyirikan
Allah Ta’âlâ berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Dan
beribadahlah kalian kepada Allah, dan janganlah menyekutukan-Nya sedikit pun.”
[An-Nisâ`: 36]
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ memerintahkan
hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan
melarang mereka dari kesyirikan. Allah tidak mengkhususkan (dalam perintah
beribadah hanya kepada-Nya) pada salah satu jenis ibadah, baik doa, shalat,
maupun (ibadah) lain, supaya perintah tersebut dapat mencakup semua jenis
ibadah. Allah juga tidak mengkhususkan (larangan-Nya) dengan salah satu jenis
kesyirikan supaya dapat mencakup semua jenis kesyirikan.
Faedah Ayat:
1.
Kewajiban mengesakan Allah dalam ibadah
karena Allah telah memerintahkan demikian. Ini merupakan kewajiban yang paling
ditekankan.
2.
Pengharaman kesyirikan
karena Allah telah melarangnya. Kesyirikan adalah perkara yang paling
diharamkan.
3.
Bahwa menjauhi
kesyirikan merupakan syarat sah ibadah karena Allah menggandengkan perintah untuk beribadah dengan
larangan terhadap kesyirikan.
4.
Sesungguhnya kesyirikan
adalah haram, baik sedikit maupun banyak, baik besar maupun kecil, karena kata
‘syai`an’ berbentuk nakirah dalam konteks larangan sehingga maknanya mencakup
segala jenis dan bentuk kesyirikan.
5.
Bahwasanya tidak boleh
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dalam peribadahan, baik dengan
malaikat, para nabi, orang shalih dari para wali, maupun dengan patung, karena
kata ‘syai`an’ bermakna umum.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Perintah untuk Bertauhid dan Berbuat Baik Kepada Orang Tua
Allah Ta’âlâ berfirman,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan
Rabb-mu telah memerintahkan kalian, “Janganlah kalian beribadah, kecuali hanya
kepada-Nya, dan hendaknya kalian berbuat baik kepada kedua orang tua (kalian)
dengan sebaik-baiknya ….” [Al-Isrâ`: 23]
Ayat ini adalah pengabaran bahwa Allah Subhânahu
wa Ta’âlâ telah memerintahkan dan mewasiatkan melalui lisan-lisan para
rasul-Nya agar hanya Dia semata yang disembah, tidak ada yang disembah
selain-Nya.
Begitu juga wasiat agar seorang anak berbuat
baik kepada kedua orang tuanya, melalui ucapan atau perbuatan, serta tidak
berbuat jelek kepada kedua (orang tua)nya karena kedua (orang tua)nyalah yang
telah memelihara dan mendidiknya ketika masih kecil dan lemah sampai dia
menjadi kuat dan dewasa.
Faedah Ayat:
1.
Bahwasanya tauhid itu adalah kewajiban yang
pertama kali Allah perintahkan, juga merupakan kewajiban yang pertama atas
hamba.
2.
Kandungan kalimat Lâ
Ilâha Illallâh berupa peniadaan dan penetapan, yang padanya terdapat dalil yang
menunjukkan bahwa tauhid tidak akan tegak, kecuali dibangun di atas nafi dan
itsbat (meniadakan peribadahan kepada selain Allah dan menetapkan ibadah hanya untuk Allah saja) sebagaimana (penjelasan) yang telah berlalu.
3.
Besarnya hak kedua
orang tua. Allah mengikutkan hak kedua (orang tua) tersebut kepada hak-Nya, dan
hak tersebut ada pada tingkatan kedua.
4.
Kewajiban berbuat baik
kepada kedua orang tua dengan segala jenis kebaikan, sebab Allah tidak
mengkhususkan satu jenis kebaikan tanpa yang lainnya.
5.
Keharaman durhaka
terhadap kedua orang tua.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Dakwah Para Rasul Adalah Dakwah Tauhid
Allah Ta’âlâ berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan
sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan),
‘Beribadahlah kepada Allah (semata) dan jauhilah thaghut.’.” [An-Nahl: 36]
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah mengabarkan
bahwa Dia telah mengutus seorang rasul pada setiap umat dan kurun manusia, yang
mengajak kepada manusia untuk beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan
peribadahan kepada selain-Nya. Allah terus mengutus para rasul-Nya kepada
manusia sejak terjadinya kesyirikan pada bani Adam pada zaman Nabi Nuh hingga
Allah menutup para nabi dengan Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Faedah Ayat:
1.
Sesungguhnya hikmah
pengutusan para rasul adalah untuk berdakwah menyeru kepada tauhid dan melarang
dari kesyirikan.
2.
Sesungguhnya agama para
nabi adalah satu, yaitu memurnikan peribadahan
kepada Allah dan meninggalkan kesyirikan, meskipun syariat mereka berbeda-beda.
3.
Bahwa risalah (tauhid)
ini berlaku untuk setiap umat dan hujjah telah tegak bagi seluruh umat manusia.
4.
Ayat di atas
menerangkan keagungan perkara tauhid dan bahwa tauhid wajib atas seluruh umat.
5.
Di dalam ayat ini,
terdapat kandungan kalimat Lâ Ilâha Illallâh berupa penafian (peniadaan) dan
itsbat (penetapan). Hal ini menunjukkan bahwa tauhid tidak dapat ditegakkan,
kecuali dengan keduanya (nafi dan itsbat). Adapun nafi saja, itu bukanlah
penauhidan. Demikian pula, itsbat saja bukanlah penauhidan.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Hikmah Penciptaan Jin dan Manusia
Allah Ta’âlâ berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan
tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah
kepada-Ku.” [Adz-Dzariyat:
56]
Allah Ta’âlâ mengabarkan bahwa Allah tidaklah
menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Nya. Maka
ayat ini adalah penjelasan tentang hikmah penciptaan manusia dan jin. Allah
tidak menginginkan apapun dari mereka sebagaimana keinginan seorang tuan dari
budaknya, berupa bantuan rezeki dan makanan. Yang Allah inginkan justru
kemaslahatan buat mereka.
Faedah Ayat:
1.
Kewajiban mengesakan
ibadah kepada Allah bagi seluruh makhluk: jin dan manusia.
2.
Penjelasan tentang
hikmah penciptaan jin dan manusia.
3.
Bahwa Sang Penciptalah
yang berhak mendapatkan peribadahan, bukan selain-Nya yang tidak menciptakan.
Ini merupakan bantahan terhadap penyembah berhala dan selainnya.
4.
Penjelasan bahwa Allah
Subhânahu wa Ta’âlâ tidak membutuhkan makhluk-Nya dan (penjelasan tentang)
butuhnya para makhluk kepada Allah, sebab Dia-lah Yang mencipta, sedang mereka
adalah yang diciptakan.
5.
Penetapan adanya hikmah dalam
setiap perbuatan-Nya Subhânahu wa Ta’ala.
[Diringkas
dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
_______
Sumber: Dzulqarnain.Net